0

Periodisasi Sastra Indonesia

Jumat, 23 September 2011
Share this Article on :

    Periodisasi sastra adalah pembabakan waktu terhadap perkembangan sastra yang ditandai dengan ciri-ciri tertentu. Maksudnya tiap babak waktu (periode) memiliki ciri tertentu yang berbeda dengan periode yang lain.
1.       Zaman Sastra Melayu Lama
Zaman ini melahirkan karya sastra berupa mantra, syair, pantun, hikayat, dongeng, dan bentuk yang lain.
2.      Zaman Sastra Indonesia
a.       Angkatan Balai Pustaka (Angkatan 20-an)
Ciri umum angkatan ini adalah tema berkisari tentang konflik adat antara kaum tua dengan kaum muda, kasih tak sampai, dan kawin paksa, bahan ceritanya dari Minangkabau, bahasa yang dipakai adalah bahasa Melayu, bercorak aliran romantik sentimental.
Tokohnya adalah Marah Rusli (roman Siti Nurbaya), Merari Siregar (roman Azab dan Sengsara), Nur Sutan Iskandar (novel Apa dayaku Karena Aku Seorang Perempuan), Hamka (roman Di Bawah Lindungan Ka’bah), Tulis Sutan Sati (novel Sengsara Membawa Nikmat), Hamidah (novel Kehilangan Mestika), Abdul Muis (roman Salah Asuhan), M Kasim (kumpulan cerpen Teman Duduk)
b.       Angkatan Pujangga Baru (Angkatan 30-an)
Cirinya adalah 1) bahasa yang dipakai adalah bahasa Indonesia modern, 2) temanya tidak hanya tentang adat atau kawin paksa, tetapi mencakup masalah yang kompleks, seperti emansipasi wanita, kehidupan kaum intelek, dan sebagainya, 3) bentuk puisinya adalah puisi bebas, mementingkan keindahan bahasa, dan mulai digemari bentuk baru yang disebut soneta, yaitu puisi dari Italia yang terdiri dari 14 baris, 4) pengaruh barat terasa sekali, terutama dari Angkatan ’80 Belanda, 5)aliran yang dianut adalah romantik idealisme, dan  6) setting yang menonjol adalah masyarakat penjajahan.
Tokohnya adalah STA Syhabana (novel Layar Terkembang, roman Dian Tak Kunjung Padam), Amir Hamzah (kumpulan puisi Nyanyi Sunyi, Buah Rindu, Setanggi Timur), Armin Pane (novel Belenggu), Sanusi Pane (drama Manusia Baru), M. Yamin (drama Ken Arok dan Ken Dedes), Rustam Efendi (drama Bebasari), Y.E. Tatengkeng (kumpulan puisi Rindu Dendam), Hamka (roman Tenggelamnya Kapa nVan Der Wijck).
c.        Angkatan ’45
Ciri umumnya adalah bentuk prosa maupun puisinya lebih bebas, prosanya bercorak realisme, puisinya bercorak ekspresionisme, tema dan setting yang menonjol adalah revolusi, lebih mementingkan isi daripada keindahan bahasa, dan jarang menghasilkan roman seperti angkatan sebelumnya.
Tokohnya Chairil Anwar (kumpulan puisi Deru Capur Debu, kumpulan puisi bersama Rivai Apin dan Asrul Sani Tiga Menguak Takdir), Achdiat Kartamiharja (novel Atheis), Idrus (novel Surabaya, Aki), Mochtar Lubis (kumpulan drama Sedih dan Gembira), Pramduya Ananta Toer (novel Keluarga Gerilya), Utuy Tatang Sontani (novel sejarah Tambera)
d.       Angkatan ’66
Ciri umumnya adalah tema yang menonjol adalah protes sosial dan politik, menggunakan kalimat-kalimat panjang mendekati bentuk prosa.
Tokohnya adalah W.S. Rendra (kumpulan puisi Blues untuk Bnie, kumpulan puisi Ballada Orang-Orang Tercinta), Taufiq Ismail (kumpulan puisi Tirani, kumpulan puisi Benteng), N.H. Dini (novel Pada Sebuah Kapal), A.A. Navis (novel Kemarau), Toha Mohtar (novel Pulang), Mangunwijaya (novel Burung-burung Manyar), Iwan Simatupang (novel Ziarah), Mochtar Lubis (novel Harimau-Harimau), Mariannge Katoppo (novel Raumannen).
E.       Identifikasi Moral, Estetika, Sosial, Budaya Karya Sastra
1.       Identifikasi Moral
Sebuah karya umumnya membawa pesan moral. Pesan moral dapat disampaikan oleh pengarang secara                langsung maupun tidak langsung. Dalam karya satra, pesan moral dapat diketahui dari perilaku tokoh-         tokohnya atau komentar langsung pengarangnya lewat karya itu.
2.       Identifikasi Estetika atau Nilai Keindahan
Sebuah karya sastra mempunyai aspek-aspek keindahan yang melekat pada karya sastra itu. Sebuah puisi,             misalnya: dapat diamati aspek persamaan bunyi, pilihan kata, dan lain-lain. Dalam cerpen dapat diamati pilihan gaya bahasanya.
3.       Identifikasi Sosial Budaya
Suatu karya sastra akan mencerminkan aspek sosial budaya suatu daerah tertentu. Hal ini berkaitan dengan warna daerah. Sebuah novel misalnya, warna daerah memiliki corak tersendiri yang membedakannya dengan yang lain. Beberapa karya sastra yang mengungkapkan aspek sosial budaya:
a.       Pembayaran karya Sunansari Ecip mengungkapkan kehidupan di Sulawesi Selatan.
b.       Bako Karya Darman Moenir mengungkapkan kehidupan Suku Minangkabau di Sumatera Barat.



Pemetaan Beragam tentang Periodisasi Sastra Indonesia

          Periodisasi Sastra Indonesia selama ini telah dipetakan sangat beragam oleh ahli sastra
Indonesia. HB. Jassin, misalnya, membagi periodisasi sastra menjadi dua, yakni (a)
Sastra Melayu Lama, dan (b) Sastra Indonesia Modern, yang meliputi (1) Angkatan 20,
(2) Angkatan 33 atau Pujangga Baru; dan (3) Angkatan 45. Sementara itu Boejoeng Saleh
membagi periodisasi sejarah sastra Indonesia menjadi 4: (1.) Sebelum tahun 20-an, (2).
Antara tahun 1920 – 1933; (3). 1933 – Mei 1942, dan (4). Mei 1942 hingga kini (1956).
Sedangkan Nugroho Notosusanto membagi PSI menjadi 2: (a) Sastra Melayu Lama, (b)
Sastra Indonesia Modern. Sastra modern ini dibagi menjadi 2: (1) masa Kebangkitan
(1920-1945): yang dibagi lagi menjadi: periode 1920, Periode 1933, dan Periode 1942
dan (2) Masa Perkembangan (1945-sampai tahun 60-an), yang meliputi: periode ’45 dan
periode ’50. lain lagi dengan Bakri Siregar. Dia membagi periodisasi sejarah sastra
Indonesia menjadi 4 yaitu (1) Periode Pertama sejak masa abad 20 sampai 1942, (2)
Periode Kedua 1942 – 1945, (3) Periode Ketiga 1945 – 1950, dan (3) Periode Keempat
1950 – skrg (1964). Ajip Rosidi membagi periosisasi sejarah Indonesia menjadi 2
kelopok besar, yaitu (1) Masa Kelahiran dan Masa Penjadian (1900 – 1945), yang
meliputi (a). Periode awal 1933; (b). Periode 1933 – 1942, dan (c). Periode 1942 – 1945,
dan (2) Masa Perkembangan (1945 – 1969), yang meliputi (a) Periode 1945 – 1953, (b)
Periode 1953 – 1961, dan (c). Periode 1961 – 1969. Sedangkan A. Teeuw, menunjuk
angkatan tahun 1920 sebagai lahirnya kesusastraan Indonesia modern. Menurut Teeuw
para pemuda saat itu untuk pertama kalinya menyatakan perasaan dan ide yang pada
pokoknya menyimpang dari bentuk-bentuk sastra Melayu, Jawa, dan sastra lainnya yang
lebih tua. Sementara Ajip Rosidi menunjuk tahun tersebut karena pada saat itu para
pemuda Indonesia (Yamin, Hatta, dll) mengumumkan sajak-sajak mereka yang bercorak.

1.      Periodisasi Sastra Indonesia Menurut HB. Jassin
o    Berikut ini adalah periodisasi sastra menurut HB. Jassin:
§  Sastra Melayu Lama
§  Sastra Indonesia Modern
§  Angkatan Balai Pustaka
§  Angkatan Pujangga Baru
§  Angkatan ’45
§  Angkatan ‘66
2.      Sastra Melayu Lama
o    Contoh sastra pada masa Sastra Melayu Lama:
§  Dongeng tentang arwah, hantu/setan, keajaiban alam, binatang jadi-jadian, dsb.
§  Berbagai macam hikayat seperti; Hikayat Mahabharata, Hikayat Ramayana, Hikayat Sang Boma.
§  Syair Perahu dan Syair Si Burung Pingai oleh Hamzah Fansuri.
§  Gurindam Dua Belas dan Syair Abdul Muluk oleh Raja Ali Haji
3.      Angkatan Balai Pustaka
o    Balai Pustaka merupakan titik tolak kesustraan Indonesia.
o    Ciri-ciri Angkatan Balai Pustaka adalah:
§  Menggunakan bahasa Indonesia yang masih terpengaruh bahasa Melayu
§  Persoalan yang diangkat persoalan adat kedaerahan dan kawin paksa
§  Dipengaruhi kehidupan tradisi sastra daerah/lokal
§  Cerita yang diangkat seputar romantisme.
o    Angkatan Balai Pustaka terkenal dengan sensornya yang ketat. Balai Pustaka berhak mengubah naskah apabila dipandang perlu.
o    Contoh hasil sastra yang mengalami pen-sensoran adalah Salah Asuhan oleh Abdul Muis yang diubah bagian akhirnya dan Belenggu karya Armyn Pane yang ditolak oleh Balai Pustaka karena tidak boleh diubah.
4.      Angkatan Balai Pustaka
o    Contoh sastra pada masa Angkatan Balai Pustaka:
§  Roman
§  Azab dan Sengsara (Merari Siregar)
§  Sitti Nurbaya (Marah Rusli)
§  Muda Teruna (M. Kasim)
§  Salah Pilih (Nur St. Iskandar)
§  Dua Sejoli (M. Jassin, dkk.)
§  Kumpulan Puisi
§  Percikan Permenungan (Rustam Effendi)
§  Puspa Aneka (Yogi)
5.      Angkatan ‘45
o    Angkatan ’45 lahir dalam suasana lingkungan yang sangat prihatin dan serba keras, yaitu lingkungan fasisme Jepang dan dilanjutkan peperangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
o    Ciri-ciri Angkatan ’45 adalah:
§  Terbuka
§  Pengaruh unsur sastra asing lebih luas
§  Corak isi lebih realis, naturalis
§  Individualisme sastrawan lebih menonjol, dinamis, dan kritis
§  Penghematan kata dalam karya
§  Ekspresif
§  Sinisme dan sarkasme
§  Karangan prosa berkurang, puisi berkembang
Chairil Anwar , sastrawan Angkatan ‘45
6.      Angkatan ‘45
o    Contoh sastra pada masa Angkatan ’45:
§  Tiga Menguak Takdir (Chairil Anwar-Asrul Sani-Rivai Apin)
§  Deru Campur Debu (Chairil Anwar)
§  Kerikil Tajam dan yang Terampas dan yang Putus (Chairil Anwar)
§  Pembebasan Pertama (Amal Hamzah)
§  Kata Hati dan Perbuatan (Trisno Sumarjo)
§  Tandus (S. Rukiah)
§  Puntung Berasap (Usmar Ismail)
§  Suara (Toto Sudarto Bakhtiar)
§  Surat Kertas Hijau (Sitor Situmorang)
§  Dalam Sajak (Sitor Situmorang)
§  Rekaman Tujuh Daerah (Mh. Rustandi Kartakusumah)
7.      Angkatan ‘66
o    Angkatan ’66 ditandai dengan terbitnya majalah sastra Horison. Semangat avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini.
o    Banyak karya sastra pada angkatan yang sangat beragam dalam aliran sastra, seperti munculnya karya sastra beraliran surrealistik, arus kesadaran, arketip, absurd, dan lainnya.
o    Ciri-ciri sastra pada masa Angkatan ’66 adalah:
§  Bercorak perjuangan anti tirani proses politik, anti kezaliman dan kebatilan
§  Bercorak membela keadilan
§  Mencintai nusa, bangsa, negara dan persatuan
§  Berontak
§  Pembelaan terhadap Pancasila
§  Protes sosial dan politik
8.      Angkatan ‘66
o    Contoh sastra pada masa Angkatan ’66 adalah:
§  Putu Wijaya
§  Pabrik
§  Telegram
§  Stasiun
§  Iwan Simatupang
§  Ziarah
§  Kering
§  Merahnya Merah
§  Djamil Suherman
§  Sarip Tambak-Oso
§  Perjalanan ke Akhirat
9.      ANGKATAN PUJANGGA BARU
10.  Angkatan Pujangga Baru
o    Angkatan Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan.
o    Sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistik dan elitis menjadi "bapak" sastra modern Indonesia.
11.  Angkatan Pujangga Baru
o    Angkatan Pujangga Baru (1930-1942) dilatarbelakangi kejadian bersejarah “Sumpah Pemuda” pada 28 Oktober 1928.
o    Ikrar Sumpah Pemuda 1928:
§  Pertama Kami poetera dan poeteri indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.
§  Kedoea Kami poetera dan poeteri indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
§  Ketiga Kami poetera dan poeteri indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
o    Melihat latar belakang sejarah pada masa Angkatan Pujangga Baru, tampak Angkatan Pujangga Baru ingin menyampaikan semangat persatuan dan kesatuan Indonesia, dalam satu bahasa yaitu bahasa Indonesia.
12.  Angkatan Pujangga Baru
o    Pada masa ini, terbit pula majalah "Poedjangga Baroe" yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Amir Hamzah dan Armijn Pane.
o    Pada masa Angkatan Pujangga Baru, ada dua kelompok sastrawan Pujangga baru yaitu:
§  Kelompok “Seni untuk Seni”
§  Kelompok “Seni untuk Pembangunan Masyarakat”
13.  Angkatan Pujangga Baru
o    Ciri-ciri sastra pada masa Angkatan Pujangga Baru antara lain sbb:
§  Sudah menggunakan bahasa Indonesia
§  Menceritakan kehidupan masyarakat kota, persoalan intelektual, emansipasi (struktur cerita/konflik sudah berkembang)
§  Pengaruh barat mulai masuk dan berupaya melahirkan budaya nasional
§  Menonjolkan nasionalisme, romantisme, individualisme, intelektualisme, dan materialisme.
14.  Angkatan Pujangga Baru
o    Salah satu karya sastra terkenal dari Angkatan Pujangga Baru adalah Layar Terkembang karangan Sutan Takdir Alisjahbana.
o    Layar Terkembang merupakan kisah roman antara 3 muda-mudi; Yusuf, Maria, dan Tuti.
§  Yusuf adalah seseorang mahasiswa kedokteran tingkat akhir yang menghargai wanita.
§  Maria adalah seorang mahasiswi periang, senang akan pakaian bagus, dan memandang kehidupan dengan penuh kebahagian.
§  Tuti adalah guru dan juga seorang gadis pemikir yang berbicara seperlunya saja, aktif dalam perkumpulan dan memperjuangkan kemajuan wanita.
15.  Angkatan Pujangga Baru
o    Dalam kisah Layar Terkembang, Sutan Takdir Alisjahbana ingin menyampaikan beberapa hal yaitu:
§  Perempuan harus memiliki pengetahuan yang luas sehingga dapat memberikan pengaruh yang sangat besar didalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan demikian perempuan dapat lebih dihargai kedudukannya di masyarakat.
§  Masalah yang datang harus dihadapi bukan dihindarkan dengan mencari pelarian. Seperti perkawinan yang digunakan untuk pelarian mencari perlindungan, belas kasihan dan pelarian dari rasa kesepian atau demi status budaya sosial.
16.  Angkatan Pujangga Baru
o    Selain Layar Terkembang, Sutan Takdir Alisjahbana juga membuat sebuah puisi yang berjudul “Menuju ke Laut”.
o    Puisi “Menuju ke Laut” karya Sutan Takdir Alisjahbana ini menggunakan laut untuk mengungkapkan h ubungan antara manusia, alam, dan Tuhan.
o    Ada pula seorang sastrawan Pujangga Baru lainnya, Sanusi Pane yang menggunakan laut sebagai sarana untuk mengungkapkan hubungan antara manusia, alam, dan Tuhan.
o    Karya Sanusi Pane ini tertuang dalam bentuk puisi yang berjudul “ Dalam Gelombang”.
Sanusi Pane , pengarang puisi “ Dalam Gelombang”
17.  Angkatan Pujangga Baru
o    Ditinjau dari segi struktural, ada persamaan struktur antara puisi Sutan Takdir Alisjahbana dan Sanusi Pane yaitu pengulangan bait pertama pada bait terakhir.
o    Sementara itu, ditinjau dari segi isi, tampak ada perbedaan penggambaran laut dalam puisi Sutan Takdir Alisjahbana dan Sanusi Pane.
o    Jika Sutan Takdir Alisjahbana menggambarkan laut sebagai sebuah medan perjuangan, Sanusi Pane menggambarkan laut sebagai suatu tempat yang penuh ketenangan.
18.  Angkatan Pujangga Baru
o    Kami telah meninggalkan engkau,
o    Tasik yang tenang tiada beriak,
o    diteduhi gunung yang rimbun,
o    dari angin dan topan.
o    Sebab sekali kami terbangun,
o    dari mimpi yang nikmat.
o    Ombak riak berkejar-kejaran
o    di gelanggang biru di tepi langit.
 Aku bernyanyi dengan suara Seperti bisikan angin di daun Suaraku hilang dalam udara Dalam laut yang beralun-alun Alun membawa bidukku perlahan Dalam kesunyian malam waktu Tidak berpawang tidak berkawan Entah kemana aku tak tahu Menuju ke Laut Oleh Sutan Takdir Alisjahbana Dibawa Gelombang Oleh Sanusi Pane
19.  Angkatan Pujangga Baru
o    Amir Hamzah diberi gelar sebagai “Raja Penyair” karena mampu menjembatani tradisi puisi Melayu yang ketat dengan bahasa Indonesia yang sedang berkembang. Dengan susah payah dan tak selalu berhasil, dia cukup berhasil menarik keluar puisi Melayu dari puri-puri Istana Melayu menuju ruang baru yang lebih terbuka yaitu bahasa Indonesia, yang menjadi alasdasar dari Indonesia yang sedang dibayangkan bersama.
Dalam sejarah sastra Indonesia, karya sastra bisa dibagi berdasarkan periodisasinya. Periodisasi adalah pembagian kronologi perjalanan sastra atas masanya, biasanya berupa dekade-dekade. Pada dekade-dekade tertentu dikenall angkatan-angkatan kesusastraan, misalnya Angkatan Balai Pustaka, Angkatan Pujangga Baru, Angkatan ’45, Angkatan ‘66 dan Angkatan 2000.
Dimulai dari masa Balai Pustaka, sejarah kesusastraan Indonesia bisa dirinci atau dilakukan periodisasi berikut ini:
  1. Angkatan Balai Pustaka (Dekade 20-an)
  2. Angkatan Pujangga Baru (Dekade 30-an)
  3. Kesusastraan Masa Jepang
  4. Angkatan ‘45
  5. Sastra Dekade 50-an
  6. Sastra Angkatan ’66 (Generasi Manifes Kebudayaan)
  7. Sastra Dekade 70-an s.d. 80-an /Angkatan 80-an
  8. Sastra Mutakhir/Terkini



Artikel Terkait:

0 komentar: